Wednesday, March 26, 2008

Pelajaran Moral: Sistem Riba harus ditinggalkan

(Sebenarnya ini bukan cerita baru. Topiknya lapuk, tapi isi ceritanya menarik dan penting.)

Lets start with...

Riba menjadi alasan kuat mendirikan perbankan Islam guna menghindari praktik bunga. Apakah riba berarti bunga? Permasalahannya dimulai ketika 'riba' yang berasal dari Bahasa Arab ditranslasikan ke bahasa lain. Istilah 'riba' identik dengan pembayaran hutang yang bertambah dari jumlah uang yang dipinjamkan. Riba dikategorikan sebagai perbuatan yang dilarang Allah SWT dan balasan bagi pelakunya akan kekal di dalam neraka (QS 2:275). Riba menurut bahasa atau berdasarkan Lisan al Arab berasal dari huruf 'r b w' (transliterasi Arab: raba-waw). Kata ini ada hubungannya dengan konsep penambahan nilai seperti menambah ilmu, beternak/bertani. Keistimewaan menambah nilai guna ciptaan Tuhan disalahartikan bahwa itu terlepas dari kekuasaan Tuhan yang menetapkan manusia sebagai pemimpin seluruh alam.


Persepsi yang salah tentang manusia sebagai khalifah dan tidak memerlukan Tuhan dikaitkan dengan praktik keuangan modern, yaitu manusia bebas mengambil keuntungan dengan cara meningkatkan nilai intrinsik uang. Padahal uang seyogianya bukanlah komoditas melainkan alat bantu satuan hitung dan alat tukar. Oleh karenanya, praktik semacam itu digolongkan usaha mendekatkan diri kepada mempersekutukan Tuhan. Perluasan konsep pengertian riba dapat dilakukan dengan merujuk QS 30:39. Riba yang diharamkan dan yang diperbolehkan merupakan dua jenis riba yang orientasinya pada keuntungan individu dan sosial. Riba yang diharamkan ialah memperkaya diri sendiri. Sedangkan riba yang diperbolehkan digunakan untuk membayar zakat. Menurut QS 4:161, pada masa Rasulullah SAW praktik riba atau memakan harta orang lain secara batil dilarang atas sesama Yahudi yang zalim, namun boleh dilakukan pada kaum lain di kota Madinah,. QS 3:130 menegaskan perintah untuk menggunakan harta sendiri bukan memanfaatkan hasil praktik riba untuk pembiayaan perang (Uhud) melawan kaum kafir yang zalim. Jadi tersiratlah dalam Qur'an bahwa riba dapat merusak keseimbangan tatanan sosial, membuat satu golongan bertambah kaya sedangkan golongan lain semakin miskin, dan menumpuk kekayaan sehingga mengurangi usaha.

Selanjutnya riba bisa dilihat dalam pengertian Fikih dan Hadits. Para pakar hukum Islam membagi riba menjadi dua kategori, yaitu Riba An Nasi'a dan Riba Al Fadl. Riba Al Fadl atau riba transaksi langsung menurut hadits tidak terdapat dalam;
(1) Pembelian/penjualan komoditas dengan suatu kualitas dibeli dengan suatu harga, bukan dengan pertukaran antara komoditas dengan kualitas dan kuantitas yang berbeda,
(2) Pembelian/penjualan masing-masing komoditas dengan masing-masing harga dari hasil pemisahan suatu komoditas campuran,
(3) Pembelian/penjualan komoditas yang tidak bisa dihitung, dilakukan dengan cara penimbangan berat komoditas dan
(4) Transaksi yang dilakukan antara dua pihak tanpa membuat perbandingan tinggi-rendah status yang bisa mempengaruhi harga komoditas milik masing-masing pihak.

Riba An Nasi'a atau riba transaksi berjangka/kredit mirip dengan bunga yang sifatnya ribawi (mengandung unsur riba). Penelaahan riba dari hukum Islam cukup berdasarkan Firman Allah SWT dan Sabda Rasulullah SAW. Ada satu hadits yang disampaikan oleh Ibnu Abbas ra. menerangkan 'riba adalah pembayaran atas waktu yang berubah' yang sebenarnya sudah termaktub dari penjelasan dalam Quran, yaitu 'pembayaran hanya terjadi apabila ada transaksi jual beli yang jelas ada barang dagangannya'.

Konsep bunga semakin diperluas mencakup istilah dividen dari saham dan sewa. Keuntungan diperoleh diluar keuntungan jual beli karena aspek kepemilikan modal. Konsep kepemilikan modal disejajarkan dengan bentuk usaha/jasa/komoditas yang ditawarkan dalam perniagaan. Sampai akhirnya konsep riba pada bunga menjadi kabur seiring dengan muncul dan berkembangnya jenis usaha peminjaman uang/modal yang mirip dengan bisnis rental barang dan tenaga kerja. Masih berhubungan dengan konsep riba, penyalahgunaan pasar seperti menolak orang yang tak dikenal masuk ke dalam pasar dan merusak harga pasar dengan cara menawar harga menjadi lebih mahal/murah juga digolongkan dengan riba.

Implikasi lanjutan pemahaman yang diuaraikan di atas ialah perlu ada solusi menekan perluasan pengaruh riba terhadap isu moral dapat diwujudkan dengan alternatif kebijakan moneter yang solid dan anti inflasi. Perniagaan harus menggunakan standar mata uang yang spesifik dan bernilai tinggi sehingga investor tidak lagi memperkecil risiko usahanya dengan menekan pesaing, konsumen, pekerja, maupun masyarakat luas.

Memandang bunga yang mirip dengan konsep riba, sudah lama berlaku dalam praktik keuangan modern dunia, para ulama berpendapat pemilik modal (penabung) atau pihak bank sendiri dapat memanfaatkan bunga bank untuk sumbangan dana sosial (zakat atau sedekah) sepanjang altenatif keuangan Islami belum terwujud. Akhirnya dapat disimpulkan, dengan niat bertahan hidup di dunia dan masuk kehidupan akherat kelak secara selamat pendekatan ekonomi Islami mengajarkan supaya praktik riba ditiadakan. Bunga yang mirip dengan riba, sudah menjadi bagian dari tatanan sosio-ekonomi dunia yang secara garis besar diadopsi dari barat. Bahkan sudah masuk dalam kategori pengrusakan moral dan perluasan kesenjangan sosial. Sebagai manusia yang punya tuntunan hidup, tidak seharusnya melakukan kerusakan atau penindasan sesamanya. Bahkan manusia dianjurkan untuk saling berbagi.

******************************************************************************************************************************************************************************

Nah..lho
Betulkan ceritanya?
Sebenarnya tulisan itu udah pernah dimuat di halaman opini situs waspada.co.id. hehehe.. bolehlah buat meramaikan blogku.