Wednesday, January 14, 2009

Satu Kutipan dari Perjuangan Kawan



Pernyataan Sikap
FEDERASI SERIKAT PETANI INDONESIA (FSPI)
Jakarta, 20 Maret 2007
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

RUU Penanaman Modal = Pesanan Imperialis
JANGAN JADIKAN RAKYAT KULI DI NEGERI SENDIRI

Saat ini rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal (RUUPM), akan menjadikan rakyat kuli dinegerinya sendiri. Bagaimana tidak, Intervensi dan nuansa pesanan dari asing sangat kentara. Kepentingan tersebut terlihat dari pasal-pasal dalam RUU PM. Berbagai kemewahan akan disediakan pemerintah dan DPR, mulai kemudahan berbagai bentuk pajak, pembebasan lahan, bebas memindahkan modalnya kapan dan dimanapun, hingga bebas nasionalisasi. Sementara biaya sosial penanaman modal selama ini, diantaranya ribuan konflik agraria, pelanggaran HAM, perusakan lingkungan dan pemiskinan yang selama ini terjadi, tidak sedikitpun menjadi rujukan penyusunan RUU PM oleh pemerintah dan DPR RI.

Pergantian rezim orde baru sampai saat ini belum bisa menghentikan ketidakadilan struktural penguasaan dan pemilikan agraria. Bahkan kemunculan perundang-undangan seperti Perpres 36/2005 dan revisinya Perpres 65/2006 tentang pencabutan hak atas tanah, UU No. 7/2004 tentang Sumber daya Air, UU No. 18/2004 tentang Perkebunan, UU No. 41/1999 tentang Kehutanan dan lainnya bercorak melanggengkan ketidakadilan agraria. Kesemua itu tidak terlepas dari intervensi asing baik melalui pemerintahan negara-negara kaya, maupun lembaga keuangan seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional (JBIC) serta organisasi perdagangan dunia (WTO).

Melihat subtansi RUU PM yang disusun pemerintah dan mengikuti rapat pembahasannya di Komisi VI DPR RI, terasa sekali pengurus negara hanya bersiap mengundang pemodal sebesar-besarnya, tanpa perlu mengaturnya.

Berikut diantara pasal-pasal RUU PM yang akan berimplikasi serius ke depan bagi pembangunan pertanian dan pedesaan; Pasal 2 dituliskan bahwa ketentuan UU PM nantinya berlaku bagi semua sektor diwilayah negara RI. Pasal 6, negara memperlakukan sama kepada semua penanaman modal dan pasal 7 disebutkan bahwa tidak akan ada tindakan nasionalisasi terhadap penanaman modal. Pasal 19 disebutkan bahwa pemerintah akan memberikan kemudahan pelayanan bagi perusahaan penanaman modal untuk memperoleh, hak atas tanah.
Pasal 20 menyebutkan bahwa pelayanan kepada korporasi tersebut diberikan berupa Hak Guna Usaha (HGU) selama 95 tahun , Hak Guna Bangunan (HGB) 80 tahun, hak pakai 70 tahun dan cara pemberiannya serta perpanjangannya dimuka sekaligus. Dan pasal-pasal lainnya.

Dari beberapa catatan pasal-pasal diatas, secara substansi isinya bertentangan dengan UUD 1945 sekaligus juga bertentangan dengan UUPA 1960. Dalam UUD 1945 diamanatkan bahwa faktor produksi yang menguasai hajat orang banyak seharusnya dikuasai negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (bukannya yang seperti disebutkan RUU PM pada Pasal 2, 6 dan 7).

Kejahatan yang di maksud dalam RUU PM ini sangat disederhanakan, padahal kejahatan korporasi yang terjadi selama ini jauh lebih berbahaya dan mengakibatkan kerusakan dan kejahatan bagi komunitas daripada yang tertera dalam RUU PM tersebut. Nampaknya pengalaman konflik dan perampasan tanah rakyat diberbagai wilayah tidak menjadi rujukan bagi pemerintah dan DPR.

Tentang HGU, RUU ini memberikan hak atas lahan untuk korporasi diperkebunan jauh lebih lama dari yang ditentukan UUPA 1960, yaitu 35 tahun (pasal 28, 29 dan 30 UUPA). Bahkan lebih lama dari hukum agraria kolonial Belanda, AW tahun 1870 yang hanya membolehkan hingga 75 tahun. RUU PM ini merupakan praktek yang lebih kejam dari kolonial Belanda.

Padahal dalam UUPA 1960, praktek HGU nantinya akan dihapuskan dimana pengendali utama lahan-lahan perkebunan dan pertanian adalah petani dan penggarap. Semakin jelaslah bahwa rakyat tani dan pembangunan dipedesaan tidak menjadi prioritas dalam pembangunan. Artinya gembar-gembor pemerintah dalam REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUATANAN serta program REFORMA AGRARIA yang dicanangkan oleh SBY-JK adalah omomg kosong. Karena sejatinya program tersebut harusnya diperuntukan sebesarnya bagi rakyat miskin, petani kecil, buruh tani dan miskin kota, bukannya bagi perusahaan-perusaha
an besar yang selama puluhan tahun telah menikmati dan merusak kekayaan alam kita.

Dengan demikian Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) dengan Tegas menyatakan kepada Pemerintah dan DPR, 1. FSPI MENOLAK Rancangan Undang-Undang tentang Penamanan Modal dan MENDESAK perubahan pengaturan investasi sesuai amanat UUD 1945 untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan rakyat 2. Segera Laksanakan Reforma Agraria Sejati yang berdasarkan Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 1960 (UUPA 1960)

Demikian pandangan kami mengenai RUU Penanaman Modal.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mohammed Ikhwan
Policy Studies and Research Dept.
Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI)
http://www.fspi.
or.id
Mobile. +6281932099596

No comments: